Friday, July 23, 2021

The Researcher says thats air pollution can disturb communication between plants and insects.

Cara tumbuhan berkomunikasi. 

Tumbuhan sudah sejak lama diketahui dapat berkomunikasi dengan sesama tumbuhan maupun dengan hewan seperti serangga. Diperkirakan sejak 1980 an manusia sudah mulai mengetahui tumbuhan dapat berkomunikasi. Seperti halnya komunikasi manusia dengan manusia atau manusia dengan hewan seperti anjing ataupun kucing. Tentu jenis komunikasi sesama spesies dan antar spesies atau beda jenis akan berbeda. Komunikasi manusia dengan manusia mungkin tidak jauh lebih kompleks dibandingkan dengan tumbuhan karena komunikasi yang dilakukan tumbuhan sifatnya  rahasia (sulit diketahui) tidak terdengar atau terlihat.

Tumbuhan berkomunikasi dengan serangga atau sesama tumbuhan lain memiliki tujuan tertentu. Salah satu tujuanya adalah untuk mempertahankan diri mereka terhadap cekaman-cekaman yang ada. Cekaman tersebut khususnya dari faktor lingkungan, baik abiotik seperti cekaman kekeringan, genangan dan kekurangan unsur hara dalam tanah, maupun lingkungan biotik seperti gangguan dari serangga herbivora (pemakan tumbuhan) dan beberapa organisme pengganggu tumbuhan lainya. Tumbuhan dapat berkomunikasi antar tumbuhan dengan menggunakan senyawa organik volatil (VOCs) yaitu senyawa kimia tertentu yang mudah menguap, dihasilkan dari proses metabolisme tumbuhan. Tidak hanya tumbuhan saja yang dapat menangkap sinyal dari senyawa tersebut, melainkan musuh alami dari herbivora (pemakan tumbuhan) yang sedang mencari makan. Musuh alami herbivora tersebut merupakan serangga yang berperan sebagi predator ataupun parasitoid (serangga yang memparasit serangga).

Tumbuhan dapat mengeluarkan senyawa organik yang mudah menguap disebabkan karena adanya induksi dari serangan serangga pemakan tumbuhan. Senyawa tersebut bernama HIPVs (Herbivor Induced Plant Volatils). Jika dianalogikan kedalam kehidupan manusia, maka seperti halnya manusia yang sedang meminta pertolongan dan memberikan himbauan bahaya pada keadaan atau kejadian tertentu. Manusia sebagai tumbuhan dan imbauan dalam bentuk suara ataupun gerakan manusia sebagai HIPVs, yang menangkap respon manusia lain ataupun pihak lain yang diminta bantuan. Manusia yang mendengar imbauan bahaya tersebut, akan bereaksi untuk menolong ataupun menjaga dirinya sendiri agar dapat terhindara dari bahaya, hal tersebut ternyata hampir sama dengan skema komunikasi tumbuhan dengan ekosistem sekitar.

VOCs (Volatil Organic Compounds) akan sampai ke tumbuhan lain atau ke musuh alami melalui udara, sedangkan komunikasi lainya juga dapat dilakukan melalui tanah . Cara VOCs diterima ketumbuhan lain/serangga karnivora ternyata sedang diteliti oleh banyak peneliti di seluruh dunia. Salah satunya dirangkum oleh James D. Blande, seorang peneliti dari Finlandia yang mengemukakan terkait terganggunya komunikasi tumbuhan dengan serangga karena polusi udara. James merangkum penelitian-penelitian terkini dari berbagai belahan dunia, salah satunya menyebutkan bahwa polusi udara fitotoksik seperti ozon (O3) dapat mengganggu penerimaan sinyal komunikasi dari tumbuhan. Bukan hanya peneliti dari Finlandia yang memperhatikan fenomena tersebut, melainkan penelti dari Jepang yaitu Noboru Masui dan kawan-kawan menyebutkan bahwa yang menjadi pengganggu diterimanya sinyal komunikasi di udara tidak hanya ozon melainkan NH3 (Ammonia) dan OH (Hidroksida).

Dampak Polusi Udara pada Proses Komunikasi Tumbuhan dengan Serangga:

Dampak polusi udara terhadap Sumber pengirim sinyal. Paparan polusi udara seperti O3 yang tinggi dilaporkan dapat mengakibatkan terhambatnya sintesis dan akumulasi klorofil. Klorofil merupakan satu-satunya alat yang hanya dimiliki oleh tumbuhan. Alat tersebut yang menjadikan posisi tumbuan dalam rantai makanan sebagai produsen. Fungsinya sebagai tiang utama dalam metabolisme, yaitu  untuk menghasilkan energi. Adanya polusi ozon yang selama 20 tahun terakhir meningkat, berdampak kepada penurunan produksi senyawa tumbuhan (VOCs) untuk berkomunikasi.

Dampak polusi udara terhadap media pembawa sinyal komunikasi. Dampak secara langsung yang dirasakan oleh pembawa media komunikasi adalah terjadinya delusi (penipuan). Pertemuan antara VOCs dengan Ozon akan menjadikan senyawa komunikasi berubah dan tidak dapat ditangkap oleh penerima informasi. Dampak tidak langsungnya adalah terganggunya media yang membawa sinyal komunikasi, yaitu udara/angin. Sinyal komunikasi akan terganggu jika terdapat gangguan dari suhu, cuaca ataupun kelembaban yang ekstrim. Polusi udara terbukti telah mengakibatkan beragam masalah seperti perubahan iklim yang  ekstrem, suhu yang terlalu tinggi dan dapat menimbulkan badai. Analogi komunikasinya sama dengan komunikasi yang sering digunakan manusia yaitu sinyal mobilephone atau internet. Sinyal akan sulit ditangkap bahkan sinyal dapat hilang apabila banyak gangguan seperti listrik mati, hujan lebat, angin kencang/badai dan lain sebagainya.

Dampak polusi udara terhadap penerima sinyal komunikasi. Serangga penerima sinyal komunikasi adalah serangga yang berperan sebagi musuh alami, contohnya predator dan parasitoid. Selain terganggunya produsen sinyal komunikasi(Tumbuhan) dan media pembawa sinyal (udara/angin), ternyata berimbas juga terhadap penerima informasi. Dilaporkan bahwa serangga penerima informasi (musuh alami) ketika mendeteksi isyarat volatil, melalui “neuron reseptor penciuman” yang ada di antena serngga terganggu dengan adanya polusi udara. Bukan hanya reseptor untuk menerima sinyal yang terganggu, melainkan dari segi kelangsungan hidup musuh alami juga lebih rendah ketika peningkatan kadar O3 di udara tinggi. Sama halnya dengan mobile phone yang menerima sinyal, selaian sinyalnya yang bagus, alat penerimanya juga harus dalam keadaan normal, dan tidak rusak. Ketika mobilephone/alat enerima sinyal rusak maka akan berimbas kepada sinyal tidak dapat diterima dengan baik.


Terhambatnya musuh alami dalam proses pencarian makan. 
    Noboru Masui peneliti asal Jepang memaparkan dengan lebih jelas, bahwa dampak dari polusi udara adalah terhambatnya senyawa volatil tumbuhan karena gangguan dari polusi. Serangga yang memakan dedaunan tidak lagi dimakan oleh musuh alaminya, disebabkan tidak sampainya sinyal komunikasi dari tumbuhan. Dampaknya kerusakan tumbuhan akibat hama semakin parah. Noboru dalam penelitianya menjelaskan bahwa tumbuhan yang ditanam pada daerah pinggiran kota serangan hama lebih terkendali, dibandingkan tumbuhan yang ditanam di tengah kota. Serangan hama pada tumbuhan sudah sejak lama dipengaruhi oleh kualitas dari tumbuhan, seperti kualitas bagian daunya. Daun yang memiliki kualitas prima seperti trichoma yang rapat dan panjang dapat mengganggu hama dalam proses makan. Proteksi tumbuhan dari serangan hama selain dari kulitas tumbuhanya juga dibantu oleh serangga bermanfaat seperti predator dan parasitoid, namun dengan adanya polusi udara musuh alami tidak bisa hadir, karena tidak adanya sinyal yang diterima.

Polusi udara amat berbahaya. Jika menelaah lebih dalam polusi udara akan sangat berdampak luar biasa bagi kehidupan organisme di bumi, tidak hanya terhadap tumbuhan dan serangga melainkan manusia dan organisme lainya. Penelitian yang telah diungkapkan hanyalah sebagian dari efek polusi udara pada tumbuhan dan serangga, namun jika kehidupan tumbuhan terganggu, manusia sebagai konsumen dalam rantai makanan yang tidak dapat memproduksi makananya sendiri juga akan terancam kelangsungan hidupnya. Manusia yang memiliki akal sehat serta dapat mengembangkan teknologi, sudah sepantasnya berusaha untuk menjaga bumi ini, salah satunya adala dengan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor.

Referensi :

Blande JD. 2021. Effects of air pollution on plant–insect interactions mediated by olfactory and visual cues. Curr Opin Environ Sci Health. 19:100228. doi:https://doi.org/10.1016/j.coesh.2020.100228. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2468584420300830.

Masui, N., Agathokleous, E., Mochizuki, T. et al. Ozone disrupts the communication between plants and insects in urban and suburban areas: an updated insight on plant volatiles. J. For. Res. 32, 1337–1349 (2021). https://doi.org/10.1007/s11676-020-01287-4 

No comments:

Post a Comment