Monday, March 4, 2019

BIOTEKNOLOGI PERLINDUNGAN TANAMAN


BIOTEKNOLOGI PERLINDUNGAN TANAMAN
DETEKSI DINI PATOGEN TUMBUHAN BERBASIS PROTEIN
Apa yang ada dipikiran kalian ketika mendengar kata bioteknologi, apakah tempe, kecap, atau tape apa piyem? Semua hal tersebut memang merupakan hasil dari bioteknologi, namun perlu diketahui bioteknologi tersebut merupakan bioteknologi yang masih tradisional. Berbeda dengan bioteknologi modern, bioteknologi ini sudah menggunakan teknologi molekuler, contoh yang paling kita kenal seperti kloning atau dalam dunia pertanian kita tahu seperti jagung Bt, di dalamnya terdapat gen bakteri t yang tahan akan penggerek batang jagung.
Alat Pendeteksi Dini Penyakit Tanaman
Kali ini kami akan membahas mengenai aplikasi bioteknologi modern pada bidang perlindungan tanaman. Salah satu aplikasi yang dapat diterapkan yaitu mendeteksi dini patogen yang ada pada tanaman. Ada dua cara dalam deteksi patogen tanaman yaitu berbasis protein dan asam nukleat. Sebelum menginjak pembahasan, sebaiknya kita tahu apa maksud dari deteksi dini patogen, apa saja manfaat dan keuntunganya.
Deteksi dini patogen pada tanaman merupakan suatu teknik mendeteksi atau cara, usaha untuk menentukan keberadaan ada atau tidaknya patogen secara dini pada tanaman. Mengapa harus dilakukan secara dini? kenapa tidak dilakukan ketika tanaman sudah menunjukan gejala morfologi? Tentu hal sangat terlambat jika dilakukan ketika sudah menunjukan gejala secara morfologinya. Deteksi tersebut memang bisa dilakukan, namun sudah sangat telat karena ketika gejala itu muncul patogen yang menyebabkan sakit sudah menginfeksi dan berkembang pesat di dalam jaringan tanaman. Ukuran patogen yang mikroskopis pasti tidak bisa dilihat dengan mata secara langsung, apalagi ketika patogen tersebut mulai menyerang maka diperlukanlah deteksi menggunakan bioteknologi dengan teknologi molekuler.

Each year, plant viruses and fungal attacks lead to crop losses of up to 30 percent. That is why it is important to detect plant disease early on. Yet laboratory tests are expensive and often time-consuming. Researchers are now developing a low-cost quick test for use on site.
The farmer casts a worried gaze at his potato field: where only recently a lush green field of plants was growing, much of the has now turned brown – presumably the result of a fungal disease. Usually, by the time the disease becomes visible, it is already too late. The course of the disease is then so advanced that there is little the farmer can do to counteract the damage done. To determine early on whether and how severely his are diseased, he would have to submit samples to a laboratory on a regular basis. There, researchers usually employ the ELISA method, a conventional detection method based on an antibody-antigen reaction. “These tests are expensive, though. It also takes up to two weeks before the farmer has the results of the tests. And by then, the disease has usually spread out across the entire field,” explains Dr. Florian Schröper of the Fraunhofer Institute for Molecular Biology and Applied Ecology IME in Aachen, Germany.
Researchers at the IME are now working on a new quick test that is to provide the farmer a low-cost analysis right there in the field. At the heart of the test is a magnetic reader devised by scientists at the Peter Grünberg Institute of the Forschungszentrum Jülich. The device has several excitation and detection coils arrayed in pairs. The excitation coils generate a high- and low-frequency magnetic field, while the detection coils measure the resulting mixed field. If magnetic particles penetrate the field, the measuring signal is modified. The result is shown on a display, expressed in millivolts. This permits conclusions about the concentration of magnetic particles in the field.
Researchers are making use of this mechanism to track down pathogens. “What we detect is not the virus itself but the magnetic particles that bond with the virus particles,” Schröper notes. These are first equipped with antibodies so that these can specifically target and dock onto the pathogens. This way, essentially there is a virus particle “stuck” to each magnetic particle. To ensure that these are in proportion to one another, researchers use a method that functions similarly to the ELISA principle. They introduce plant extract into a tiny filtration tube filled with a polymer matrix to which specific antibodies were bound. When the plant solution passes through the tube, the virus particles are trapped in the matrix. Following a purification step, the experts add the magnetic particles modified with antibodies. These, in turn, dock onto the antigens in the matrix. A subsequent purification step removes all of the unbound particles. The tube is then placed in an appliance in the magnet reader to measure the concentration of . The researchers have already achieved promising results in initial tests involving the grapevine virus: the measured values reached a level of sensitivity ten times that of the ELISA method. Currently, Schröper and his team are working to expand their tests to other pathogens such as the mold spore Aspergillus flavus.
The mobile mini-lab needs to be made more user-friendly, however, before it is ready for widespread use in the field. Rather than grapple with measurements in millivolts, farmers should be able to consult the display and determine directly how severe the level of crop disease is. If possible, the scientists also want to reduce the number of analytical steps, and hence the detection time involved.


Read more at: https://phys.org/news/2011-09-early-disease.html#jCp
Gejala BYDV pada oats (gandum)

Selain ukuran patogen yang mikroskopis, deteksi dini menggunakan teknologi molekuler memiliki waktu cukup singkat  dibandingkan dengan deteksi konvensional yang membutuhkan waktu relatif lama, contohnya deteksi konvensional seperti menumbuhkan patogen (bakteri, jamur, atau virus) terlebih dahulu, kemudian baru diketahui termasuk dalam patogen yang terdeteksi ataukah tidak. Alasan lainya juga terdapat patogen yang Symtomless atau tidak menampakan gejala pada tanaman. Misalnya virus tungro dan virus BYDV+ pada tanaman Barley ketika pada tanaman menunjukan gejala, namun ketika virus tersebut ada dalam gulma tidak menunjukan gejala. Hal tersebut dikhawatirkan bisa menyebabkan penularan lewat serangga vektor.
To be continued...........

Sunday, March 3, 2019

Kemiri Sunan Tanaman Masa Depan Guna Mendukung Perkembangan Biodiesel Nasional

  Kementerian pertanian Indonesia telah mengapresiasi munculnya inovasi pemanfaatan tanaman kemiri sunan yang bisa menjadi bahan utama dalam pembuatan biodisel. Tanaman kemiri sunan merupakan tanaman masa depan yang memiliki prospek tinggi. Mudahnya tanaman ini untuk ditanam pada lahan marginal membuat pemerintah lebih gencar dalam pengembangan lebih lanjut. Misalnya saja, mandat yang diberikan kepada Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar untuk memproduksi kemiri sunan sebagai bahan biodisel. Beberapa manfaat dengan datangnya tanaman masa depan adalah sebagai berikut:


Ilustrasi Pengalihan BBM menjadi BBN
1. Berkurangnya konsumsi BBM, Masyarakat yang kecendrungan mengkonsumsi BBM, akan dialihkan menggunakan biodisel sebagai penggantinya. caranya yaitu masyarakat bisa diberikan edukasi bahwa dengan menggunakan biodisel bahan baku kemiri sunan selain ramah lingkunganjuga bisa mensejahterakan petani-petani perkebunan.

2. Konservasi Lahan, Lahan yang kritis masih bisa ditanami dengan kemiri sunan, hal tersebut menjadikan lahan marginal dapat dimanfaatkan dan alhasil akhirnya bisa meningkatkan kesuburan tanah tersebut.
Kebun Terpadu Kemiri Sunan
3. Petani Sejahtera, dengan manfaat kemiri sunan yang dijadikan biodisel menjadikan petani semakin makmur, artinya penghasilan petani bisa bertambah, apabila kebutuhan kemiri sunan semakin bertambah.
Gambar 3 Pohon Kemiri Sunan yang dijadikan Pohon Penaung
4. Menjadi pendukung tanaman lain, Salah satunya berupa menjadi pohon pelindung tanaman kakao, walaupun tidak disarankan namun penggunaannya sudah mulai diterapkan di KP. Pakuwon Balittri Sukabumi (gambar 3) pada tanaman kako yang belum menghasilkan. Tajuk atau kanopi yang rimbun membuat tanaman kemiri sunan ini cocok untuk dijadikan pohon pelindung pada tanaman kakao belum menghasilkan. Tentunya kebun diatas menunjukan bahwa kebun terpadu berbasis agroforestry itu sangat mungkin dilaksanakan pada tanaman-tanaman menghasilkan

Apresiasi Kemetrian Pertanian dapat di lihat pada Video Berikut ini
Dengan dihasilkanya biodiesel B100 dapat menghemat visa, ramah lingkungan, dan dengan memenuhi kebutuhan dalam negeri  terlebih dahulu ketika CPO lagi naik petani bisa sejahtera, ditambah lagi lapangan pekerjaan terbuka (Video).



Friday, March 1, 2019

Mekanisme Dasar Pertahanan dan Faktor Pendukung Varietas Tahan


    Varietas tanaman yang tahan terhadap hama dan penyakit merupakan inovasi yang sangat diperlukan untuk mengatasi keadaaan pertanian saat ini. Begitu tergantungnya pertanian di Indonesia akan pestisida kimia menyebabkan berbagai kerusakan lingkungan menanti kedepanya. Pertanian sekarang semakin mengkhawatirkan sehingga terancam tidak bisa diteruskan untuk generasi selanjutnya. Maka dari itu salah satu upaya yang dilakukan adalah menambah pasokan varietas tahan hama maupun penyakit. Karena dengan upaya tersebut bisa meminimalisir penggunaan pestisida kimia. Menurut Suharsono bahwa Penurunan populasi hama dengan pestisida kimia lebih menekankan laju kematian, sedangkan penurunan populasi dengan penggunaan varietas tahan adalah menurunkan laju perkembangan hama (penurunan kesuburan, keperidian serangga, dan memperlambat pertumbuhan serangga).
Namun yang perlu digaris bawahi adalah setelah menemukan suatu varietas yang tahan terhadap hama maupun penyakit adalah tata kelola penggunaan varietas tersebut. 

    Bagaimana caranya agar ketahanan varietas tidak mudah ditembus oleh hama maupun patogen. Jangan dikira hama atau patogen tidak mempunyai daya untuk menembus varietas tahan yang telah ditemukan. Mereka merupakan organisme yang sangat dinamis pertumbuhanya. Naluri memangsa makanan juga merupakan hal yang pasti mereka miliki. Maka dari itu, sebelum menginjak pada strategi yang akan digunakan, maka kita harus terlebih dahulu memahami karakteristik dan perilaku hama atau penyakit yang bisa menyebabkan tanaman menjadi rentan.

Tanaman mempunyai mekanisme dasar pertahanan dalam tubuhnya untuk mengurangi kerusakan akibat serangan serangga herbivor yaitu

Contoh Escape
1.  Escape 

atau menghindari serangan serangga berdasarkan waktu atau tempat, misalnya tumbuh pada tempat yang tidak mudah diakses oleh herbivor atau menghasilkan bahan kimia penolak herbivor(repellen).

2. Pengalihan dan Pengembangan Penyembuhan 

yaitu Mengalihkan serangga herbivor untuk makan bagian yang tidak penting bagi tanaman atau mengembangkan kemampuan untuk melakukan penyembuhan dari kerusakan akibat serangan herbivor

3. Mengundang Musuh Alami 

Tanaman menarik datangnya musuh alami bagi herbivor yang dapat melindungi tanaman tersebut dari serangan herbivor. Salah satunya adalah tanaman berbunga misal marry gold, kenikir, bunga matahari dsb. Namun lebih dari itu tanaman bisa mengeluarkan sinyal untuk memanggil musuh alami, ketika dirinya sudah terluka melalui keluarnya senyawa folatil. Bagusnya lagi senyawa folatil tersebut akan ditangkap tanaman sebelahnya untuk bisa berjaga dari serangan hama.
Kenikir dan Bunga Matahari; tanaman yang punya pertahanan kimia dan Menarik musuh alami

4. Munculnya Pertahanan Kimia dan Mekanik dari dalam Tubuh tanaman 

Tanaman melindungi dirinya sendiri secara konfrontasi menggunakan mekanisme pertahanan kimia atau mekanik,seperti menghasilkan toksin yang dapat membunuh herbivor. banyak contohnya, seperti pertahanan fisik menggunakan duri atau rambut rambut yang tumbuh pada tanaman tomat, menyebabkan hama sulit menyerang. Tomat juga mengeluarkan bau yang menurut saya tidak disukai oleh hama serangga.
Tomat; mempunyai pertahanan fisik dan kimia
Setelah mengetahui bagaimana tanaman melindungi dirinya dari serangan hama, diharapkan bisa menjadi salah satu cara untuk mengembangkan pertanian terpadu dan berkelanjutan. Kemudain salah satu strategi selain pengetahuan diatas yang diperlukan dalam mengembangkan pertanian terpadu adalah tata kelola varietas tahan. 

Varietas tahan (tanaman yang dikembangkan untuk upaya meminimalkan serangan hama dan penyakit) yang telah ditemukan kemudian dikembangkan haruslah didukung dari beberapa faktor:
  
Teknik Budidaya yang Benar dan Tepat

artinya bahwa ketika mengunakan varietas tahan haruslah didukung dengan teknik budidaya yang tepat dan benar, untuk bisa menghasilkan atau mengeluarkan potensi yang telah dimiliki oleh varietas yang ditanam. Tanpa dukungan faktor ini akan mengakibatkan potensi yang dimiliki varietas akan terkubur dan tidak terlihat secara optimal.

Konservasi Habitat Melalui Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat, 

yaitu membuat atau memodifikasi suatu areal atau lahan menjadi area yang mudah di datangi oleh musuh alami, melalui penanaman tanaman refugia/tanaman berbunga, bisa juga membuat hama menghindar dari tanaman utama dengan penambahan tanaman repellent disekitar arel utama.


Penggunaan Varietas Tahan yang Berseling. 

Apabila pengelolaan habitat dan pengendalian hayati kurang dilaksanakan, salah satu upaya untuk menjaga agar tanaman tidak terpatahkan ketahananya pada hama atau penyakit tertentu maka perlu penanaman bergilir. Disebabkan sifat hama atau patogen yang dinamis dan sangat mudah menyesuaikan dengan lingkungan maka pergiliran varietas tahan akan sangat efektif, misalnya saja untuk musim pertama menggunakan tanaman padi tahan wereng, maka pada musim kedua menggunakan tanaman padi tahan hama lainya seperti walangsangit ataupun tahan penyakit tungro.